Penindasan
(bahasa Inggris: Bullying) adalah penggunaan kekerasan,
ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain.
Perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan
kekuasaan sosial atau fisik. Hal ini dapat mencakup pelecehan secara lisan atau
ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali
terhadap korban tertentu, mungkin atas dasar ras, agama, gender, seksualitas, atau kemampuan. Tindakan
penindasan terdiri atas empat jenis, yaitu secara emosional, fisik, verbal, dan
cyber. Budaya penindasan dapat berkembang di mana saja selagi terjadi interaksi
antar manusia, dari mulai di sekolah, tempat kerja, rumah tangga, dan
lingkungan.
Sejumlah peneliti telah berusaha mendefinisikan perilaku bullying. Di
antara definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut adalah sebagai
berikut.
Olweus(1994: 9) mendefinisikan bullying merupakan tindakan
negatif yang dilakukan seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang-ulang dan
terjadi dari waktu ke waktu.
Tattum dan
Tattum (1993: 8)
menjelaskan bahwa ”bullying adalah hasrat yang sadar dan disengaja untuk
menyakiti dan membuat orang lain tertekan.”
Rigby (2002: 15) mendefinisikan bullying sebagai ”penekanan
atau penindasan berulang-ulang, secara psikologis atau fisik terhadap seseorang
yang memiliki kekuatan atau kekuasaan yang kurang oleh orang atau kelompok
orang yang lebih kuat.”
Menurut Coloroso
(2003: 44), bullying adalah
tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan
untuk menyakiti, Seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror
Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau
hampir tidak terlihat, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah
untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh
seorang anak atau kelompok anak.
Tanda-tanda bullying Olweus (1993:
9) merumuskan adanya tiga unsur dasar bullying, yaitu bersifat menyerang dan
negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya ketidakseimbangan kekuatan
antara pihak yang terlibat. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Coloroso (2007: 44-45) bahwa bullying akan selalu mengandung tiga elemen,
yaitu: kekuatan yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti, ancaman akan
dilakukannya agresi. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban bullying bila
dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang
dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan
dan kekuasaan yang tidak Seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan
tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif
yang diterimanya Olweus(1993:10).
Ada berbagai kategori bullying, Berikut adalah beberapa
kategori yang paling penting yang sering dibahas :
1. Pack intimidasi adalah bullying yang dilakukan oleh
kelompok. intimidasi itu lebih menonjol di sekolah-sekolah tinggi. Pack
intimidasi dilakukan dengan cara intimidasi fisik atau intimidasi emosional dan
dapat dilakukan secara langsung atau di dunia maya. bullying ini bisa terjadi
di halaman sekolah, lorong-lorong sekolah, lapangan olahraga, ruang kelas, atau
di bus sekolah.
2. Intimidasi individu adalah bullying yang dilakukan
perorangan dan bisa terjadi baik secara langsung atau online. Intimidasi
individu juga bisa dilakukan dengan cara intimidasi fisik atau intimidasi
emosional. Jenis ini sering terjadi di sekolah dasar di tempat-tempat yang
sepi.
3. Intimidasi fisik adalah bullying yang berbentuk
kekerasan fisik, seperti: mendorong, memukul, berkelahi, dan meludah. Mereka
memberikan ancaman bahaya fisik untuk memaksa orang melakukan sesuatu dan harus
sesuai keinginannya.
4. Intimidasi emosional adalah bullying yang melibatkan
faktor-faktor lain selain interaksi fisik, seperti: penghinaan, komentar yang
menghina, merubah nama panggilan, dan menggoda. Intimidasi ini dilakukan supaya
orang lain mengucilkan korban dan diabaikan, jenis ini juga bisa disebut
sebagai intimidasi sosial. Intimidasi emosional juga bisa dilakukan dengan cara
mengambil barang dan sengaja melupakan tempat menyimpan atau menyembunyikan
barang-barang seseorang.
Bentuk-bentuk bullying antara lain seperti berikut :
1. Bullying fisik, contohnya memukul, menjegal,
mendorong, meninju, menghancurkan barang orang lain, mengancam secara fisik,
memelototi, dan mencuri barang.
2. Bullying psikologis, contohnya menyebarkan gosip,
mengancam, gurauan yang mengolok-olok, secara sengaja mengisolasi seseorang,
mendorong orang lain untuk mengasingkan seseorang secara soial, dan
menghancurkan reputasi seseorang.
3. Bullying verbal, contohnya menghina, menyindir,
meneriaki dengan kasar, memanggil dengan julukan, keluarga, kecacatan, dan
ketidakmampuan (exampel : "Eh ada sih pincang lewat").
4. Bullying secara seksual: ekshibisionisme, berbuat
cabul, dan adanya pelecehan seksual.
Dimana saja bullying bisa terjadi? Bullying bisa terjadi di
tempat-tempat berikut ini :
1. Terjadi pada pada situasi di mana pengawasan yang
kurang dari orang dewasa, seperti di kamar mandi sekolah, jalan masuk kelas,
dan tempat bermain.
2. Sering terjadi di tempat bermain daripada di kelas.
Interaksi agresif (baik secara fisik maupun verbal)
muncul setiap 24 menit di tempat bermain, sedangkan di dalam kelas
kemunculannya sekali setiap 37 menit.
3. Tempat bermain yang biasanya tidak diawasi oleh guru
atau orang dewasa, juga sulit dideteksi karena tingginya aktivitas bermain
anak-anak di lapangan dan sering dikira sebagai salah satu bentuk permainan
anak-anak misalnya permainan gulat.
4. Di dalam kelas.
Sementara itu anak-anak
juga rentan terhadap kasus bullying, lalu apa yang menyebabkan anak-anak turut
melakukan bullying, ternyata ada beberapa factor yaitu sebagai berikut, Tidak ada faktor tunggal menjadi penyebab munculnya
bullying. Faktor-faktor penyebabnya antara lain:
1. Faktor keluarga
: Anak yang melihat orang tuanya
atau saudaranya melakukan bullying sering akan mengembangkan perilaku bullying
juga. Ketika anak menerima pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka
akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian
dengan pengalaman tersebut mereka cenderung akan lebih dulu meyerang orang lain
sebelum mereka diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan
untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam.
2. Faktor sekolah
: Karena pihak sekolah sering
mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan
mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi
anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan
sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya,
berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa
menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.
Mengapa kita menjadi korban bullying? Orang yang biasanya dijadikan target penindasan adalah orang yang memiliki perbedaan mencolok dibanding yang lain. Perbedaan ini bisa jadi dari fisik, agama, rasnya, bahkan gaya berpakaian, dan perilaku seseorang. Contoh yang paling sering ditemui adalah kakak kelas tidak suka dengan adik kelas yang 'bertingkah' karena mencolok secara fisik, gaya berpakaian, dan perilaku sehingga dilabrak habis-habisan. Hal ini menyebabkan para adik kelas merasa takut berkeliaran, dan bertindak disekitar sekolah.
Apa yang Terjadi di Balik Bullying? Konsekuensi adalah sebuah kata yang
tepat untuk menggambarkan bagaimana dan apa yang bisa terjadi di balik perilaku
bullying ini. Pada artikel Ron Banks pada tahun 1997 dipaparkan sebuah
penelitian di Scandinavian bahwa ada koleksi yang kuat antara bullying yang
dilakukan oleh siswa selama beberapa tahun sekolah dimana mereka kemudian
menjadi pelaku kriminal saat dewasa. Ini adalah sebuah penelitan yang
memberikan gambaran bagaimana bullying bisa membentuk sebuah kepribadian yang
menempatkan seorang anak pada perjalanan dan pengalaman hidup yang kelam.
Sedangkan mereka
sebagai korban bullying sering mengalami ketakutan untuk sekolah dan menjadi
tidak percaya diri, merasa tidak nyaman, dan tidak bahagia. Aksi bullying
menyebabkan seseorang menjadi terisolasi dari kelompok sebayanya karena teman
sebaya korban bullying tidak mau akhirnya mereka menjadi target bullying karena
mereka berteman dengan korban.
Dampak bullying secara umum :
Pelaku
1. Bullying yang terjadi pada tingkat SD dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan pada jenjang pendidikan berikutnya.
2. Pelaku cenderung berperilaku agresif dan terlibat
dalam gank serta aktivitas kenakalan lainnya.
3. Pelaku retan terlibat dalam kasus kriminal menginjak
usia remaja.
Korban
1. Memiliki
masalah emosi, akademik, dan perilaku jangka panjang.
2. Cenderung memiliki harga diri yang rendah, lebih
merasa tertekan, suka menyendiri, cemas, dan tidak aman.
3. Bullying menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan
dengan sekolah seperti tidak suka terhadap sekolah, membolos, dan drop out.
Saksi
1. Mengalami perasaan yang tidak menyenangkan dan
mengalami tekanan psikologis yang berat.
2. Merasa terancam dan ketakutan akan menjadi korban
selanjutnya.
3. Dapat mengalami prestasi yang rendah di kelas karena
perhatian masih terfokus pada bagaimana cara menghindari menjadi target
bullying dari pada tugas akademik.
Mencegah Bullying
Dengan Kecerdasan Emosional. Kecerdasan emosi sangatlah penting untuk diajarkan di
sekolah. Seorang anak yang merasa cemas, cemburu, putus asa, atau terasing akan
mengalami kesulitan belajar, banyak diam, dan sulit untuk membangun hubungan
antar teman yang lain. Emosi berperan penting dalam perilaku bullying di
sekolah-sekolah. Banyak anak-anak disekolah melaporkan bahwa mereka telah
diintimidasi. Pengalaman pernah dibully merupakan pengalaman yang mengerikan
bagi setiap anak yang pernah mengalaminya, baik pernah diintimidasi secara
agresi fisik, pelecehan verbal, maupun pengucilan.
Bullying memiliki
konsekuensi emosional yang merugikan bagi semua. Korban yang pernah dibully
beresiko tinggi untuk depresi, cemas, dan memiliki keinginan bunuh diri.
Sedangkan para pelaku mengalami depresi,cemas, permusuhan, dan rentan terhadap
penyalahgunaan zat dan perilaku antisosial. Korban sasaran bullyinglah pada
akhirnya yang paling menderita, memerka berpotensi untuk melakukan kejahatan
dan penyalahgunaan mitra di kemudian hari (dendam). Salah satu insiden bullying
dapat merusak komunitas sekolah secara keseluruhan, mengganggu kesejahteraan
sekolah, dan meninggalkan bekas luka yang tak dapat terhapuskan pada kehidupan
anak-anak.
Kecerdasan
emosional perlu menjadi komponen utama dari upaya intimidasi pencegahan dari
prasekolah hingga kelas SMA . Mengambil pendekatan hukum dan ketertiban.
Intervensi pengamat bahkan bermaksud baik dapat memiliki konsekuensi yang sama.
Misalnya, meminta anak-anak untuk berdiri agar tidak pengganggu dapat membuat
kecemasan dan mungkin menyebabkan mereka berada pada risiko untuk pembalasan.
Semua anak
membutuhkan pendidikan dalam kecerdasan emosional. Pendidikan ini akan membantu
mencegah anak-anak untuk tidak menyakiti teman-temannya sebagai pelepasan
emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali emosi diri dan
emosi orang lain. Anak-anak yang memeiliki kecerdasan emosi (mereka menggunakan
ketenangan emosi untuk menjaga hubungan yang sehat ketika senang, sedih dan
marah). Mereka mengalami sedikit depresi, kecemasan, dan agresi sehingga
hubungan antar pertemanan mereka pun bagus. sedangkan anak yang tidak memiliki
kecerdasan emosional rentan terhadap kesehatan mental (emosional) dan memiliki
kecenderungan yang lebih tinggi untuk menggunakan/melakukan perilaku agresif.
Kecerdasan
emosional dapat diajarkan seperti halnya mengajarkan matematika atau membaca.
pelajaran ini mudah diintegrasikan ke dalam kurikulum akademik standar dan
dapat meningkatkan instruksi kelas dan sekolah. Hasilnya, sekolah akan menjadi
lebih baik, siswa akan lebih bahagia, dan efektif unntuk menurunkan resiko
bullying di sekolah.
Secara khusus guru
harus mengikuti pelatihan tentang bagaimana cara mengajarkan kecerdasan emosi
kepada siswa dalam pembelajaran di kelas. Bagaimana kita bisa mengharapkan
anak-anak untuk belajar kosa kata strategi dan regulasi yang sesuai dengan usia
untuk mengekspresikan emosi mereka. Guru dilatih agar dapat mengajarkan
keterampilan untuk mengenali, memahami, melabel, mengungkapkan, dan mengatur
emosi. hal tersebut merupakan salah satu pendekatan yang efektif untuk
mengajarkan kecerdasan emosional pada anak di sekolah. Mengabaikan pendidikan
emosional pada anak dan orang dewasa beresiko menjadikan anak-anak yang tidak
memiliki rasa belas kasihan. Pengabaian ini telah menciptakan celah dalam
sistem pendidikan. Seperti seorang ahli menuliskan ”Mendidik pikiran tanpa
mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali”
Berikut yang dapat dilakukan oleh para guru untuk menangani kasus bullying di sekolah
:
1. Identifikasi perilaku bullying sejak dini.
2. Fasilitas diskusi kelompok dengan siswa dan orang tua
untuk membahas bullying.
3. Capai konsensus bersama mengenai bullying dan waktu
yang tepat untuk mengintervensi.
4. Guru memberikan contoh bagi siswa untuk selalu berperilaku
positif.
5. Meningkatkan pengawasan terhadap siswa, terutama di
tempat bermain.
6. Memanajemen kelas dengan menciptakan iklim kelas yang
bersahabat, pengaturan tempat duduk siswa, dan penggunaan media relaksasi di
kelas.
7. Membuat peratuan anti bullying di sekolah berdasarkan
kesepakatan bersama dengan siswa dan orang tua. Peraturan anti bullying
mengenai perilaku yang pantas untuk ditunjukkan siswa di sekolah. Jumlah aturan
tidak terlalu banyak dan dinyatakan dalam bentuk kalimat positif, misalnya
"Perlakukan semua orang dengan baik dan hormat", "Usahakan agar
semua orang merasa aman dan nyaman", serta "Tolong menolong adalah
hal terpuji untuk dilakukan".
Sementara itu orang tua dapat membiasakan diri memberikan feedback positif bagi anak
sehingga mereka belajar untuk berperilaku sosial yang baik dan mereka
mendapatkan model interaksi yang tepat bukan seperti perilaku bullying dan
agresi. Kemudian, menggunakan alternatif hukuman bagi anak dengan tidak
melibatkan kekerasan fisik maupun psikologis. Selain itu, orang tua mau
menjalin relasi dengan sekolah untuk berkonsultasi jika anaknya baik sebagai
pelaku bullying ataupun korban.
Jadi kasus bullying merupakan kasus
yang sangat serius dan merupakan sebuah penyakit akhlak dan budi pekerti bagi
manusia, terkhususnya kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki budaya saling
menghormati, hal ini ternyata mulai luntur dari jati diri kita. Untuk itu
marilah kita melakukan instropeksi diri apakah dalam keseharian kita, kita
telah tanpa sengaja melakukan bullying, jika iya maka kita harus lebih
berhati-hati lagi dikemudian hari terhadap ucapan dan gerak-gerik kita. Dan
untuk itu kita sebaiknya menanamkan karakter budi pekerti terhadap anak-anak
kita, agar mereka bisa menjadi penerus bangsa yang tidak hanya cemerlang dalam
bidang akademik, namun juga memiliki kualitas yang bagus dalam bidang budi
pekerti.
Sumber
dari :
https://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/bullying-pada-remaja.html
http://cewekbanget.grid.id/Love-Life-And-Sex-Education/Apa-Sih-Bullying-Itu?page=2
http://cewekbanget.grid.id/Love-Life-And-Sex-Education/Apa-Sih-Bullying-Itu?page=2